Twitter secara diam-diam menuliskan pembaharuan dalam halaman websitenya bahwa mulai 23 November 2022, pihaknya berhenti memberlakukan kebijakan informasi COVID-19 yang menyesatkan.
Di bawah pimpinan Elon Musk, langkah tersebut dilakukan di tengah kekhawatiran akan kemampuan Twitter untuk melawan informasi yang salah.
Hal ini juga terjadi setelah Twitter memecat sekitar setengah dari stafnya, termasuk mereka yang terlibat dalam moderasi konten.
Moderasi konten itu sendiri adalah menyaring dan mengatur konten yang muncul di laman suatu platform.
Sampai saat ini, perusahaan tidak segera menanggapi permintaan untuk membagikan lebih banyak informasi mengenai kebijakan tersebut.
Kebijakan dan sikap moderasi konten platform media sosial terhadap informasi yang salah sangat penting untuk membendung misinformasi.
Kebijakan yang meniadakan moderasi konten yang kuat di Twitter cenderung membuat algoritma kurasi dan rekomendasi konten yang meningkatkan penyebaran misinformasi, dengan meningkatkan efek ruang gema.
Padahal, media sosial seperti Twitter memainkan peran gatekeeping (menjaga gawang) dengan cara menggabungkan, menyusun, dan memperkuat konten.
Ini berarti perhatian netizen mudah teralihkan kepada informasi yang salah tentang topik yang memicu emosi, misalnya, vaksin.
Oleh karena itu, para peneliti dan pakar kesehatan masyarakat sangat menyayangkan perihal dampak potensial atas keputusan Twitter untuk tidak lagi menegakkan kebijakan misinformasi COVID-19.
“Saya percaya bahwa mengurangi moderasi konten adalah langkah signifikan ke arah yang salah, terutama mengingat perjuangan berat yang dihadapi platform media sosial dalam memerangi misinformasi dan disinformasi.
Dan taruhannya sangat tinggi dalam memerangi misinformasi medis.” tulis Anjana Susarla dalam The Conversation.
Sebelumnya, terdapat banyak bukti bahwa misinformasi terkait COVID-19 di media sosial dapat mengurangi penggunaan vaksin.
Pakar kesehatan masyarakat telah memperingatkan kemajuan menuju kekebalan kawanan (herd immunity) juga terhambat oleh misinformasi di media sosial.
Selain itu, misinformaasi pun turut melemahkan kemampuan masyarakat untuk menangani varian baru COVID-19.
Pada 2021, seorang penasihat Surgeon General (Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat) AS mengidentifikasi bahwa kebijakan moderasi konten platform media sosial perlu memperhatikan desain algoritma rekomendasi, memprioritaskan deteksi dini misinformasi dan memperkuat informasi dari sumber informasi kesehatan online yang kredibel.
REUTERS