Permasalahan food loos dan food waste atau sampah makanan menjadi pekerjaan rumah Badan Pangan Nasional atau Bapanas.
Deputi Kerawanan Pangan dan Gizi Bapanas Nyoto Suwignyo mengatakan satu orang Indonesia dalam setahun bisa menghasilkan sampah makan hingga 150 kg per kapita.
Dengan jumlah penduduk sekitar 276 juta, artinya ada triliunan rupiah yang terbuang akibat sampah makanan.
“Kalau ini bisa dicegah, tentu akan menjadi berguna dalam rangka mengatasi kerawanan pangan dan gizi,” ujar Nyoto ketika ditemui di Hotel Pullman Central Park Jakarta, Jumat, 9 Desember 2022.
Nyoto mengutip data sampah makanan dari Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional).
Nyoto mengatakan pemborosan pangan dan masalah sampah makanan juga dapat mengancam ketahanan pangan Indonesia.
“Karena jumlahnya (sampah pangan) sudah terlalu banyak.
Nomor dua setelah Arab,” kata dia.
Masyarakat perlu diedukasi, menurut dia, agar tidak melakukan pemborosan pangan.
Hal tersebut sekaligus sebagai bentuk penghargaan terhadap petani yang udah berusaha melakukan produksi pangan.
Bapanas, dia mengatakan, berkomitmen mengurangi sampah makanan melalui peningkatan tata kelola sistem pangan nasional melalui from farm to table.
Tahun ini, Bapanas menginisiasi tiga mobil logistisik pangan dan satu unit food truck untuk penyaluran pangan berpotensi food waste kepada masyarakat yangg membutuhkan.
Program ini dimulai dari Jabodetabek sebagai pilot project.
Bapanas juga menyepakati perjanjian kerja sama dengan sejumlah asosiasi retail maupun hotel—termasuk Hippindo—serta penggiat food waste.
Nyoto berharap penanganan sampah yang baik nantinya dapat mengentaskan masalah sejumlah kabupaten/kota di Indonesia yang saat ini mengalami kerawanan pangan.
Nyoto berujar, kerja sama dilakukan setelah Bapanas mempelajari apa yang dilakukan para pegiat.
Dari situlah pihaknya menyadari kebutuhan mereka akan kehadiran pemerintah untuk menangani perkara ini.
“Di pegiat juga ada berbagai macam pola pengelolaannya.
Ada food waste yang perlu diolah, ada yang food waste makanan tidak laku jual tapi masih layak makan.
Semua beda treatment-nya,” ungkap Nyoto.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini